HealthcareUpdate News

Jika Perang Nuklir Meletus, Dunia Terpapar, Kesehatan Global di Ujung Tanduk

Jika senjata nuklir benar-benar digunakan dalam konflik Iran, Israel, dan Amerika Serikat, dunia akan menghadapi bencana kesehatan yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Bayangkan langit menghitam, udara mengandung partikel radioaktif, dan rumah sakit penuh dengan pasien yang mengalami luka bakar parah, muntah darah, dan kegagalan organ. Inilah gambaran masa depan yang mungkin terjadi jika konflik bersenjata antara Iran, Israel, dan Amerika Serikat benar-benar melibatkan senjata nuklir.

Menurut simulasi dari Atomic Archive, bom nuklir berkekuatan 1 megaton dapat menyebabkan luka bakar tingkat tiga hingga radius 11 kilometer, kebutaan sementara hingga 21 kilometer, dan kerusakan bangunan total dalam radius 5 kilometer. Namun, dampak paling mengerikan justru datang dari radiasi dan jatuhan nuklir (nuclear fallout) yang menyebar melalui udara, mencemari tanah, air, dan rantai makanan hingga ratusan kilometer dari titik ledak.

“Paparan radiasi akut bisa menyebabkan sindrom radiasi dalam hitungan jam—mual, muntah, diare berdarah, hingga kematian akibat kegagalan sumsum tulang,” jelas Dr. Darya Dolzikova, peneliti senior di Royal United Services Institute (RUSI), London. Ia menambahkan bahwa dalam jangka panjang, masyarakat yang terpapar berisiko tinggi mengalami kanker darah, kanker tiroid, dan gangguan reproduksi.

Efeknya tidak berhenti di situ. Anak-anak dan janin dalam kandungan adalah kelompok paling rentan. Paparan radiasi dapat menyebabkan cacat lahir, keterlambatan perkembangan otak, dan mutasi genetik yang bisa diwariskan ke generasi berikutnya. “Kita berbicara tentang dampak lintas generasi,” ujar Dr. Rafael Grossi, Direktur Jenderal Badan Energi Atom Internasional (IAEA), dalam sidang darurat di Wina.

Ancaman terbesar justru datang dari radiasi ionisasi dan jatuhan radioaktif (nuclear fallout) yang terbawa angin hingga ratusan kilometer. “Paparan radiasi akut bisa menyebabkan kerusakan organ, pendarahan internal, dan kematian dalam hitungan hari,” jelas Dr. Yuxuan Wang, pakar onkologi dari Johns Hopkins University. Ia menambahkan bahwa dalam jangka panjang, risiko kanker, mutasi genetik, dan gangguan kehamilan akan meningkat drastis.

Read More  Danantara Suntik Rp130 Triliun untuk Program 3 Juta Rumah

Selain dampak biologis, krisis psikologis juga tak terhindarkan. Studi dari International Campaign to Abolish Nuclear Weapons (ICAN) menunjukkan bahwa penyintas ledakan nuklir mengalami trauma jangka panjang, gangguan kecemasan, dan depresi berat akibat kehilangan keluarga, tempat tinggal, dan rasa aman.

Jika jatuhan radioaktif mencapai wilayah padat penduduk, seperti Tel Aviv, Teheran, atau Baghdad, maka evakuasi massal, distribusi tablet yodium, dan penyediaan tempat perlindungan radiasi harus dilakukan dalam waktu singkat. Namun, sebagian besar negara tidak memiliki infrastruktur kesiapsiagaan nuklir yang memadai.

“Konflik ini bukan hanya soal geopolitik. Ini soal kelangsungan hidup manusia,” tegas Vasily Nebenzya, Duta Besar Rusia untuk PBB, dalam pertemuan Dewan Keamanan. Ia memperingatkan bahwa eskalasi lebih lanjut bisa membawa dunia ke ambang bencana nuklir global.

Meski hingga kini belum ada senjata nuklir yang benar-benar digunakan dalam konflik ini, serangan udara AS ke fasilitas nuklir Iran pada 21 Juni 2025 telah memicu kekhawatiran global. Badan Energi Atom Internasional (IAEA) menyatakan bahwa tidak ada peningkatan radiasi yang terdeteksi, namun tetap memperingatkan bahwa serangan terhadap situs nuklir adalah tindakan berisiko tinggi.

“Perang tidak meninggalkan apa pun kecuali kehancuran,” tegas Basim al-Awadi, juru bicara Pemerintah Irak, yang menyerukan semua pihak untuk kembali ke jalur diplomasi.

Back to top button